Skip to main content

CelotehKu; Membuang Pikiran Kotor

 

Sepertinya pikiranku kembali mulai kotor. Aku tak bisa berpikir jernih, bahkan untuk menulis artikel yang bahannya sudah ku baca pun rasanya begitu sulit. Hampir tak satupun kalimat lengkap muncul di pikiran. Sekedar terasa sedikit berat seperti tengah diikat, itu saja yang aku rasakan. Oleh sebab itu, aku sejenak memutuskan untuk membuat halaman baru dan menulis bebas dalam rangka menstimulasi otak  dan melatih diri agar dapat berpikir kembali sembari membuang pikiran-pikiran negatif.

Barangkali tontonan-totonan tak sehatlah yang terus menggerus pikiran warasku beberapa hari ini. Amat bahaya memang jika setiap hari yang dikonsumsi otak adalah ‘makanan’ tak sehat, lebih-lebih itu dilakukan dalam intensitas yang cukup tinggi. Sebab hal itu dapat tertanam jauh di dalam alam bawah sadar tanpa kita sadari.

Tak salah apa yang disarankan para pakar agar senantiasa memberikan ‘nutrisi’ bagi akal sehat. Akal sehat pun dapat berubah tak waras jika terus-terusan mendapat makanan sampah, seperti halnya tubuh mengkonsumsi junk food saban harinya. Ihwal ini, sebenarnya kita semua tidaklah asing, terlebih bagi umat beragama, kita senantiasa diperintahkan untuk berbuat kebajikan dan menghiasi keseharian kita dengan hal-hal baik. Hal baik akan berefek baik bagi kehidupan kita, sementara hal buruk pun dapat berefek buruk.

Dewasa ini, memang cukup sulit untuk menghindari hal-hal ‘negatif’ baik dari segi tontonan (visual) ataupun dalam bentuk bacaan. Meski pemerintah mengambil kebijakan untuk memblokir semua konten-konten buruk, pengguna sendiri justru yang mencari-cari celah untuk mengakses konten-konten sampah itu. Itu bukan perkara sulit.

Benarlah untuk menjadi baik semua kendali dan pilihan ada di tangan masing-masing pribadi. Upaya apapun yang dilakukan pihak luar untuk mencegah kita dari paparan konten negatif hanya bersifat membantu. Dan karena sifatnya adalah membantu, ia bisa saja tidak berefek apa-apa. Kita sebagai pemengang komando dapat mendepak ‘pembantu’ itu kapan saja.

Membaca buku adalah salah satu solusi yang dapat dipilih untuk menetralisir energi-energi negatif di dalam pikiran. Analoginya, dengan membaca hal-hal baik kita tidak hanya mendapat informasi dan pengetahuan bermanfaat, pikiran-pikiran kotor itu dengan sendirinya akan tertimbun. Selanjutnya, menulislah untuk membuang hal-hal negatif itu. Tulisan apa saja. Seperi contoh, tulisan yang sedang kalian semua baca ini.

Comments

Popular posts from this blog

CelotehKu: Menuju Tak Terbatas, Wujudkan Mimpi

Barus, Tapanuli Tengah Mimpi sekedar menjadi angan apabila tidak diupayakan dan diperjuangkan sehingga menjadi nyata. Seperti halnya sepeda tidak akan pernah berjalan tanpa digoes. Buah mangga akan tetap berada di pohonya, jika kau mendamba maka panjat dan petiklah. Sesederhana itulah perumpamaannya. Tuhan menerapkan hukum alam ketika dunia dicipta-Nya. Tak perlu berburuk sangka, bahwa mimpi, cita-cita, sekedar khayal pikiran yang setiap saat dapat berubah seiring berubahnya selera. Memang ia sekedar angan tak berarti jika tak kau upayakan. Dan untuk mewujudkan mimpi, Tuhan pun telah menganugerahkan berbagai potensi kepada kita, manusia. Tentunya kita sekalian tidak ingin mengkhianati diri, mengkhianati potensi itu bukan? Candi Sambisari Menuju Tak Terbatas; Wujudkan Mimpi Salah satu dongeng nusantara menyebutkan bahwa candi sewu (seribu candi) konon hampir bisa dibangun dalam waktu semalam oleh seorang pemuda bernama Bandung Bondowoso. Candi-candi itu ia bangun sebagai syarat yang d

CelotehKu: Menyoal Kuasa Uang!

Gerbong Kereta Sri Tanjung Salah satu kekhawatiran terbesar manusia adalah tidak adanya uang. Ini menjadi niscara sebab hampir semua lini kehidupan manusia tidak bisa lepas dari uang. Uang merupakan sistem yang manusia ciptakan sendiri sebagai tolok ukur akan kepemilikan harta. Ia telah melewati sejarah panjang, bahkan bentuknya di masa dulu pun berbeda dari yang ada sekarang. Sejatinya, uang adalah sistem ciptaan manusia sendiri untuk mempermudah segala aktivitasnya dalam hal ekonomi . Mulai dari jual beli, upah, dan lain sebagainya. Tentu tidak terbayang betapa susahnya jika sistem transaksi jual-beli manusia masih menggunakan barter atau tukar menukar barang yang memiliki nilai setara. Bayangkan saja, benda apa yang akan digunakan sebagai alat tukar menukar seseorang yang ingin memiliki pesawat pribadi misalnya? Meski demikian, dalam perkembangannya uang yang tadinya digunakan untuk mengukur dan menilai kekayaan seseorang seakan telah berubah menjadi alat untuk menguku